FREE MARKET OF IDEAS

Mahasiswa Sebagai Agen intelektual sekiranya mampu menuangkan segala bentuk pemikiran positif guna menunjang terbentuknya pembangunan dalam segi pendidikan, ekonomi, sosial, maupun profesionalitas Namun kadang karena terperangkap kedalam suatu sistem pola fikir dogmatis hingga menimbulkan kerangkeng pemikiran yang akhirnya mengakibatkan phobia of mind, untuk itu kader-kader PMII harus mampu melawan hegemoni ketakuatan dan pola fikir dogmatis dengan free market of ideasnya Activies nothing statis, Mahasiswa harus kritis Stay movement to get revolution

Selasa, 29 Juni 2010

Sosok zamroni

Zamroni, Pejuang Yang Konsisten
Di awal kebangkitan orde baru, siapa yang tidak mengenal nama  Mohammad Zamroni. Nama mencuat sejak tahun 1965 hingga 15-20 tahun kemudian dalam kancah perpolitikan Indonesia. Namun,kemudian tiba-tiba dia tenggelam ditelan zaman karena memegang teguh idealisme, ia enggan larut dalam tuntutan pragmatisme politik. Sementara teman seangkatannya pada menduduki posisi penting dalam kekuasaan, karena menjadi pendukung Golkar, sementara ia tetap di Partai NU dan kemudian bergabung bersama PPP, yang saat itu menjadi partai oposisi paling potensial dalam melakukan kontrol terhadap kekuasaan.
Dengan sikapnya yang konsisten itulah perjuanggannya tidak dihargai oleh rezim orde baru, berbeda dengan temannya yang menjadi penopang rezim itu bisa menikmati kekuasaan, namun dengan menggadaikan idealisme mereka, dan bersedia amenjadi aparat untuk merepresi rakyat, pembelenggu kebebasan. Sebaliknya Zamaroni menentang rezim represifitu, karenanya ia disingkirkan dari kekuasaan, seperti layaknya bukan seorang tokoh yang pernah berjasa pada republik ini. Padaahal ia seorang ketua umum PB PMII yang sekaligus menjabat sebagai ketua Kesatuan Akasi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang menumbangkan orde lama dan menegakkan orde baru.
M. Zamroni terlahir dari keluarga sederhana di kota Kudus Jawa Tengah. Kedua orang tuanya mendambakan puteranya menjadi seorang kiai, paling tidak mualim yang menguasai ilmu agama. Karena itu setelah tamat Sekolah Rakyat (SR), Zamroni melanjutkan sekolah ke Pendidikan Guru Agama -PGA- enam tahun di kota Magelang Jawa Tengah. Dengan susah payah, kedua orang tuanya mencukupi biaya pendidikan puteranya, dari hasil bercocok tanam padi di sawah dan ladang yang tidak terlalu luas. Namun tekad ibu bapaknya cukup keras, dan akhirnya Zamroni dapat menyelesaikan Sekolah PGA dengan baik.
Zamroni muda kemudian melanjutkan tugas belajar ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, setelah sebelumnya diterima menjadi pegawai negeri sipil di departemen agama.Jakarta,dan mendapat tugas mengajar di Magelang. Tugas inipun dapat diselesaikan dengan baik. Untuk beberapa tahun ia menetap di kota dingin ini dan berumah tangga, karena memenuhi keinginan kedua orang tuanya untuk cepat-cepat mendapatkan cucu-cucunya.
Tahun 1962 Zamroni hijrah ke Jakarta, sambil terus  melanjutkan sekolah di IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Tugas belajar ini ditunaikan dengan baik, meskipun Zamroni diberi tanggung jawab sebagai Kepala Sekolah PGA Negeri Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Tugas rangkap belajar dan mengajar ini dirasakan cukup berat bagi Zamroni, dan karena anak muda ini suka berorganisasi, maka kesibukannya masih ditambah dengan ngurusi organisasi.
Dengan berorgasisasi, dia merasa semakin banyak teman dan kenalan baru yang akan membawa manfaat dalam tata pergaulan dan kehidupan. Itulah sebabnya ketika partai Nahdlatul Ulama mendirikan organisasi kemahasiswaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII pada tahun 1962, maka Zamroini yang baru dating dari Yogya itu segera bergabung ke dalam organisasi baru itu. Di Komisariat  PMII Ciputat ini, Zamroni bergabung bersama-sama Ibrahim AR, Abdurrahman Saleh, Nadjid Muchtar,Chatibul Umam, dan yang lain-lain. Pengalaman di PMII ini  dirasakan sangat berharga dalam perjalanan perjuangan sebagai mahasiswa di masa depan.
Menonjol Sejak dari Ciputat.
Sejarah berjalan demikian cepat, keberadaan PMII di IAIN Ciputat demikian menonjol. PMII menjadi organisasi ekstra mahasiswa terbesar, berimbang dan pernah menjadi yang terbesar di lingkungan IAIN Ciputat. Himpunan Mahasiswa Islam-HMI- yang sudah terlebih dahulu eksis, cukup terkejut menyaksikan geliat PMII yang diterima dengan tangan terbuka oleh para mahasiswa lama dan baru di IAIN. Sebelum ada PMII, HMI nyaris sendirian “menggarap habis” calon mahasiswa baru dan mahasiswa lama. Keberadaan PMII seakan menjadi sparing partner bagi HMI, sehingga dia bisa bertindak lebih santun dalam merekrut anggota.
Salah satu alasan mengapa keberadaan PMII diterima baik mahasiswa baru, karena mereka adalah  putera puteri warga NU. Sebelum ada PMII, tidak sedikit mahasiswa yang puteri-puteri warga NU, bahkan anak-anak tokoh NU, “terpaksa” masuk HMI demi menyalurkan hobi berorganisasi dan bakatnya. Tetapi setelah ada PMII, mereka tumplek blek masuk organisasi yang akidah dan ideology politiknya sejalan dengan basis kulturalnya yaitu NU. Sebab selama di organisasi mahasiswa lain mereka mengalami alienasi, karena ada kesenjangan cultural.
Pergulatannya di PMII Cabang Ciputat, membuat nama Zamroni kian menonjol dan terkenal. Namun sebagai seorang santri, ia tetap berlaku low profile alias andap asor dan rendah hati. Dengan posisi itu aksesnya kepada tokoh-tokoh di PBNU sudah semakin terbuka. Sebagai sesama orang Kudus, tokoh NU yang di kemudian menjadi salah seorang Ketua PBNU yaitu HM Subchan ZE, sangat memberikan perhatian kepada Zamroni. Dia dinilai sebagai sosok anak muda yang potensial dan mempunyai masa depan  dalam kepemimpinan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Dalam perjalanan sejarahnya “pertarungan” antara HMI dan PMII ketika itu terasa semakin menguat. Entah apa yang menjadi alasan bagi mereka, yang jelas Kafrawi Ridlwan dkk. di Yogyakarta sempat mendemo Menteri Agama Prof KH Saifuddin Zuhri. Padahal pada saat-saat yang bersamaan , para tokoh PBNU sedang sibuk mondar mandir menghadap Bung Karno agar tidak membubarkan HMI. Seperti diketahui, kaum komunis melalui PKI melakukan manuver-manuver dan aksi massa yang menuntut pembubaran HMI. Ketua Umum PBNU KH Dr Idham Chalid dan Menteri Agama Saifuddin Zuhri, justru meyakinkan Bung Karno agar tidak membubarkan HMI. Langkah para pentolan PBNU ini diketahui persis oleh sementara pimpinan PB HMI, tapi bagi sebagian yang lain dianggap angin lalu, dan bahkan dianggap sesuatu yang mustahil.
PBNU  melakukan langkah pembelaan itu semata-mata karena ukhuwah Islamiyah, dan merasa HMI adalah anak-anaknya juga. Ketika itu NU merupakan satu-satunya partai politik Islam terbesar yang ada, yang memiliki akses kepada presiden. Namun imbalan yang diperoleh justru Menteri Agama Saifuddin Zuhri, yang mantan Sekjen PBNU justru  didemo besar-besaran dan dituduh melakukan NUisasi IAIN. Padahal dalam membangun IAIN ia dengan selektif memilih tenaga pengajar tidak peduli apa alirannya, asal mampu pasti direkrut, karena terdorong untuk memejukan pendidikan Islam, tetapi ganjaran yang diperoleh sebaliknya, dituduh melakukan penyimpangan.
Menghadapi tuntutan PKI itu, HMI kemudian melakukan perlawanan, baik dengan aksi massa turun ke jalan maupun lobi-lobi politik, termasuk dengan Kasad Letnan Jenderal Achmad Yani. Kasad di kemudian diketahui memberikan pembelaan juga kepada HMI. Para anggota HMI turun ke jalan dengan semboyan “ langkahi mayatku sebelum membubarkan HMI……”. HMI merasa kuat sehingga tidak memerlukan bantuan yang lain.
Situasi yang demikian membuat Zamroni geram, namun sebagai pemimpin yang matang, ia simpan kegeraman hatinya itu. Ia lebih banyak mendiskusikan permasalahan dengan teman-teman di PB PMII yang berkantor di Kantor PBNU juga. Mahbub sebagai Ketua Umum dan terkenal dengan sikapnya yang selalu nuchter dan penuh pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan, sehingga tidak menimbulkan gejolak di daerah-daerah. Itu salah satu kelebihan Mahbub Djunaedi.
Memimpin KAMI
Kemenonjolan Zamroni, membuat posisinya sebagai salah seorang ketua PB PMII menjadi semakin populer. Pamornya semakin cemerlang, dan mampu membawa PMII sebagai organisasi kemahasiswaan yang lebih luas dikenal. Seperti diketahui, PMII didirikan tahun 1962, dengan Ketua Umum pertama Mahbub Djunaedi dan Sekretaris Jenderal pertama  Said Budairy. Melalui kongres di Malang, Mahbub tetap memimpin dengan sekjen yang beralih ke tangan H Harun Alrasyid , seorang yang di kemudian terkenal sebagai ulama muda yang memimpin Badan Dakwah PBNU, dan salah seorang Ketua Pucuk Pimpinan  Pemuda Ansor.
Tatkala peristiwa G30S terjadi, sebagai partai politik, NU termasuk yang paling siap. Selama ini NU, terutama Ansor dan Bansernya serta Pertanu dan Sarbumusi, sudah sering berhadapan dengan cara-cara PKI yang menghalalkan segala cara. Aksi-Aksi sepihak yang dilakukan PKI di berbagai tempat dengan dukungan BTI dan Pemuda Rakyat, menyerobot tanah-tanah wakaf milik pondok pesantren. Dengan dalih tanah kelebihan dan penerapan UU Agraria tentang pembatasan kepemilikan tanah, maka kelebihan itu mereka ambil dan dibagi-bagi sesuka hati.
Demikian halnya dengan aksi-aksi buruh yang digerakkan SOBSI, dihadapi oleh Sarbumusi dengan kemampuan yang optimal dan tidak kalah perkasa. Dan kebanyakan mereka berpikir dua tiga kali jika benar-benar “berhadapan” dengan NU, karena mereka mengetahui persis partai  NU memiliki dukungan massa yang kuat dan riil. Masa-masa pasca G30S keadaan politik Indonesia diwarnai ketegangan, serta disertai kemerosotan ekonomi yang sangat dahsyat, penguasa yang ada belum mampu mengatasi keadaan sementara rakyat semakin menuntuk perbaikan hidup. Pada masa itu kekuatan social dan politik juga mengalami kemerosotan, maka para mahasiswa yang memimpin gerakan turun jalan yang menuntut dilakukan perbaikan politik dan kehidupan masyarakat. .
Dalam situasi krisis semacam itu Zamroni  ditugaskan oleh PB PMII untuk mewakili elemen NU dalam gerakan mahasiswa yang akhirnya menduduki Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia-KAMI. Pembentukan KAMI  melalui proses singkat dan amat cepat. Deklarasi beridirinya KAMI dilakukan pertengahan bulan  Oktober 1965, hanya dua minggu setelah pemberontakan PKI. Deklarasi diadakan di halaman gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Para petinggi yang hadir antara lain Menteri Pendidikan Tinggi Syarif Thayeb dan Ketua DPR GR KH Achmad Syaichu.
Setelah pembentukan KAMI, Zamroni segera mengunjungi daerah-daerah untuk melakukan pembentukan KAMI dengan sasaran yang sama, melakukan tiga tuntutan rakyat atau Tritura. Bubarkan PKI, Resufle Kabinet, dan Turunkan Harga. Pimpinan KAMI yang berbentuk presidium,membagi tugas sedemikian rupa sehingga pembentukan jaringan ke daerah-daerah, terutama ke kampus-kampus perguruan tinggi negeri dan swasta dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.
Situasi politik sejak September itu itu tidak menentu. Mahasiswa dan rakyat sudah melakukan demonstrasi-demonstrasi besar di Taman Sunda Kelapa dan Taman Surapati yang menuntut pembubaran PKI. Demonstrasi juga sudah dilakukan ke Istana Negara dan gedung Sekretariat Negara, meskipun dengan jumlah massa yang tidak terlalu besar.Tapi Bung Karno bersikukuh pada pendapatnya, bahwa revolusi memang harus memakan korban-korbannya. Bung Karno merasa tidak yakin PKI bersalah atau memberontak.Bung Karno beranggapan G30S adalah urusan intern TNI AD.
Sementara itu, keadaan di lapangan menunjukkan  situasi semakin tidak nyaman, terjhadi konflik politik berkepanjangan. Akibatnya keadaan perekonomian nasional semakin morat marit. Harga-harga mahal, pengangguran bertambah, cari uang susah, inflasi melangit dan lain-lain.
Pada tanggal 11 Januari  1966 adalah “gebrakan” pertama demonstrasi besar KAMI yang dipimpin Zamroni. Puluhan ribu mahasiswa dan masyarakat berdemonstrasi ke Istana Bogor , di mana akan dilangsungkan sidang kabinet. Ratusan pemuda Ansor DKI Jakarta turut serta dalam demonstrasi besar-besaran ini. Delegasi KAMI meminta bertemu Bung Karno yang sedang memimpin sidang kabinet untuk menyampaikan tuntutannya.  Bung Karno keberatan menerima delegasi KAMI dan menugaskan kepada Letjen TNI Soeharto selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat, untuk menerima delegasi.
Massa mahasiswa dan masyarakat terus bersorak-sorak meminta bertemu langsung  Bung Karno. Situasi menjadi chaos ketika pasukan Cakrabirawa pengawal presiden memuntahkan tembakan yang bertubi-tubi. Meski tembakan ditujukan ke udara agar mahasiswa tidak terus merangsek pagar Istana Bogor, tapi bunyi tembakan itu membuat situasi menjadi panik dan kacau balau. Ribuan selongsong peluru ditemukan para mahasiswa jaket kuning UI dan jaket almamater lain: Usakti, IAIN, UKI, Ibnu Chaldun, dan lain-lain  pertanda  tembakan “peringatan” itu tidak main-main.
Untuk menenangkan situasi, Letjen Soeharto dan Zamroni tampil di pilar pintu masuk Istana Bogor -di depan kantor pos- bertatap muka langsung dengan ribuan mahasiswa. Soeharto yang berseragam  TNI, sedangkan Zamroni berjaket KAMI (doreng-doreng), keduanya menenangkan mahasiswa. “ Kalau saudara-saudara masih percaya kepada kami sebagai pimpinan KAMI, tolong tenang dan dengarkan……..” pinta Zamroni yang postur tubuhnya masih kurus dengan rambut keriting bergelombang. Cosmas Batubara, Yozar Anwar, Fahmi Idris dan David Napitupulu juga ikut hadir di sana, disamping anggota presidium KAMI lainnya.
Letjen Soeharto mengatakan, percayakan kepada kami untuk meneruskan tuntutan Saudara-saudara  yang tadi sudah disampaikan oleh wakil-wakil saudara. Tuntutan itu akan kami teruskan kepada Presiden Soekarno, kata Soeharto ketika itu. Soeharto kemudian meminta massa mahasiswa kembali dengan tertib ke Jakarta. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, iring-iringan ratusan bus yang mengangkut mahasiswa petang hari tiba kembali di kampus UI Salemba. Itulah sebabnya kampus UI disebut sebagai Kampus Perjuangan.
Menjadi Tokoh Nasional
Sejak itu kepemimpinan Zamroni terus melambung di kancah perpolitikan nasional, melaluii wadah KAMI. Namanya kian beken dan foto-fotonya  banyak menghias media massa cetak dan TVRI, melengkapi pernyataan-pernyataan politiknya yang tajam tapi menenangkan. Ketika terjadi perombakan keanggotan DPR, untuk pertama kali Zamroni masuk ke dalamnya bersama sepuluh orang aktivis KAMI lainnya, antara lain Fahmi,Yozar, Cosmas, David dan yang lain-lain. Dengan menjadi anggota DPR, resmilah Zamroni menjadi figur politik dan sudah semakin mantap berkiprah di kancah pergumulan politik nasional.
Melalui pemilu 1971, Zamroni terpilih menjadi anggota DPR dari partai NU. Pada pemilu  1977, terpilih menjadi anggota DPR melalui Partai Persatuan Pembangunan -PPP. Waktu itu PPP menjadi partai oposisi yang sangat kuat karena itu para tokoh NU kemudian banyak yang digusur. Bersama para tokoh Nu lainnya pada pemilu 1982, Zamroni terganjal oleh permainan kotor kaki tangan orde baru yang hendak meminggirkan NU, sehingga Zamroni dicalonkan masuk dalam nomor sepatu. Ia tentu merasa amat kecewa. Nama besar yang disandangnya, perjuangan di saat-saat kritis menghadapi kekuatan orde lama dengan dukungan pasukan-pasukan liar yang mengancamnya, seperti tidak membawa makna apapun baginya.
Dia kecewa dan frustrasi. Yang lebih mengecewakan lagi, ketika batu ganjalan itu dihadangkan kepada Drs Suryadi, Zamroni dan kawan kawan mampu sekuat tenaga melakukan pembelaan dan berhasil. Namun ketika dirinya dihadapkan batu sandungan dan meskipun teman-temannya sudah melakukan pembelaan sampai ke Ali Murtopo segala,  ternyata tetap gagal juga. Ali Murtopo adalah “orang kuat” waktu itu. Itulah yang membuatnya  stroke, sakit berkepanjangan dan akhirnya berpulang ke rahmatullah, meninggalkan seorang isteri Ny Muzenah, dan dua orang puteri dan seorang putera.
Sebelum itu, ketika hiruk pikuk situasi di awal orde baru mulai reda, peran KAMI dan KAPPI, sudah tidak terlalu dominan, Zamronipun kembali ke habitatnya dunia pendidikan. Dia selesaikan tugas belajarnya, dan syukurlah bahwa bersamaan kesibukan yang menyita waktunya untuk kegiatan politik,  kegiatan sosial kemasyarakatan dan macam-macam, disamping untuk urusan rumah tangga, Zamroni dapat menyelesaikan S1 nya di IAIN Ciputat. Hal ini menunjukkan pribadi Zamroni adalah sosok yang ulet, dan bertanggung jawab terhadap institusi yang menugaskannya belajar hingga selesai.
Yang juga patut diacungi jempol, tokoh yang satu ini tidak pernah menolak diundang ceramah keagamaan, meski hanya untuk tingkat RT/RW atau musholla. Suatu malam pada tahun 1976-an ia harus berceramah di masyarakat pasar Cikini Menteng Jakarta Pusat. Pengurus musholla di sana mengundangnya, karena mengenal namanya dari koran. Demikian juga jamaah masjid di Jalan Percetakan Negara (Kampung Jawa),pada tahun 1978 memintanya berceramah pada peringatan Isra Mi’raj. “ Kalau saya ada waktu saya akan selalu datang undangan dari siapapun…..” katanya dalam suatu kesempatan. Dan memang dasarnya dia adalah muballigh, maka apa yang diceramahkan selalu mendapatkan sambutan hangat masyarakat.
Hidup Sederhana 
Meskipun menjadi  tokoh kaliber nasional dan banyak di kenal di dunia organisasi kemasiswaan internasional, namun kehidupan Zamroni amat sederhana. Rumah dinasnya sebagai pegawai tinggi di departemen agama berada di bagian atas dari bangunan bertlantai dua di Jalan Sumenep Jakarta Pusat. Ketika menjadi Ketua KAMI, kalau saja dia mau mamanfaatkan kesempatan, niscaya dia akan menjadi  figure yang bergelimang dengan harta dan kekayaan. Namun hal itu tidak dilakukan Zamroni, mengingat kultur budaya yang dianutnya tidak mengenal aji mumpung. Lebih-lebih sebagai seorang yang mengenyam pendidikan tinggi bidang agama, tentu hal itu tidak layak dilakukan, apalagi sebagai warga nahdliyin yang selalu mengedepankan keteladanan.
Ketika menjadi anggota DPR dari NU (1971-1982), Zamroni dengan senang hati meninggali rumah dinas yang berada di bagian belakang gedung DPR. Kini bekas perumahan itu sudah dibangun gedung tinggi yang merupakan ruang kerja para anggota DPR. Karena kecilnya rumah, maka sebagian putera puterinya tetap menghuni rumah Jalan Sumenep agar lebih leluasa belajar  dan bergaul dengan teman-teman sepermainannya.
Di rumah dinas Jalan Sumenep itulah Zamroni membina rumah tangga dan karir politiknya, sekaligus membesarkan putera puterinya yang semuanya tiga orang. Isterinya, Ny Muzenah yang dinikahi tahun 1960, selain sebagai ibu rumah tangga yang dengan sabar mengasuh anak-anaknya, sekaligus sebagai teman diskusi Mas Zam, panggilan akrab tokoh yang suka humor, meskipun wajahnya terkesan  angker. Dari bangunan rumah sederhana itu. Dia membangun lobi, membangun jaringan, baik dengan  sesama Angkatan 66 maupun angkatan sebelumnya dan sesudahnya secara lintas agama.
Ketika berlangsung Kongres Pemuda Ansor di Jakarta (1967), Zamroni mengukuhkan niatnya untuk masuk dalam jajaran pengurus pucuk pimpinan. Ketua PBNU HM Subchan ZE merestuinya, dan Zamroni berhasil terpilih sebagai Ketua III PP Pemuda Ansor. Dalam Muktamar NU di Semarang (1979), Zamroni duduk sebagai salah seorang wakil sekjen PBNU. Jabatan di PBNU itu diraih, ketika ia sudah melepaskan jabatan ketua umum PB PMII melalui kongres yang berlangsung di Makassar. Pengganti Zamroni adalah Abduh Paddare, wakilnya yang selama ini sudah bergumul dalam bersama-sama dalam PB PMII.
Musibah Lalulintas
 
Pengalaman pahit dialami Zamroni ketika melakukan konsolidasi KAMI ke daerah Serang Banten tahun 1968. Jeep, kendaraan yang  ditumpanginya mengalami kecelakaan, terbalik, sehingga dia yang duduk di depan terjepit pintu mobil. Dirawat beberapa hari di RSCM, tim dokter memutuskan untuk memotong jari tengah dan jari manisnya pada tangan kanannya. Namun karena peralatan medis waktu itu belum secanggih sekarang, Zamroni direkomendasikan berobat ke Jepang. Atas bantuan pemerintah Jepang, dia berobat dan mengoperasi tangannya di sana dan lantaran itu ia kehilangan dua jari kanannya.
Dalam suatu kesempatan menjenguk di RSCM Zamroni sempat mengeluh tentang nyeri sakitnya itu. Kepada rekan-rekan dan kiai yang membesuknya, ia terus minta didoakan agar rasa nyerinya hilang. Dari Jepang dia kehilangan dua jarinya, tapi mendapatkan dua sepeda motor untuk kegiatan sekretariat jenderal PB PMII, dan mungkin bantuan lain-lain lagi untuk kegiatan KAMI.
Ketika berlangsung diskusi “mengenang pribadi M Zamroni”, beberapa tahun silam, hampir semua koleganya memuji kepribadian Zamroni  yang sederhana dan ini yang penting tidak sombong. Cosmas Batubara, Fahmi Idris, Mar’ie Muhammad, Said Budairy, Sofyan Wanandi dan yang lain-lain semua memuji Zamroni. Pujian itu bukan karena yang bersangkutan sudah tiada, tapi memang tulus dari hati mereka yang dalam.
Tidaklah berlebihan jika dikatakan Zamroni adalah Ketua Umum PB PMII yang paling “ngetop”, baik karena situasi dan kondisinya maupun karena gaya kepemimpinannya. Tetapi yang paling penting adalah konsistensinya pada perjuangan NU, dan itu dijalaninya dengan penuh risiko disingkirkan dan dipinggirkan dari pusat kekuasaan. Rupanya ia kader Subhan yang paling konsisten, mengikuti sikap dan jejak seniornya itu dengan penuh pengornanan untuk keadilan.
Keluarga HM Zamroni kini bertempat tinggal di perumahan pribadi anggota DPR Bintaro Tangerang. Salah seorang menantunya adalah Asmui, mantan aktivis PB PMII dan menjadi salah seorang ketua lembaga tenaga kerja PBNU.( H.A.Baidhowi Adnan-wartawan senior/wakil ketua LTN NU)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Free market of ideas will born a spectaculer concept